Narasumber
- Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU), Kementrian Perhubungan
- Wakil Ketua bidang External ASTTA
Waktu & Tempat
Hari, Tanggal : Jumat, 2 Desember 2022
Waktu : 09.00 WIB s.d selesai
Media : Offline & Zoom Meeting
Offline : The Alana Malioboro, Yogyakarta
Risalah
Industri drone atau pesawat terbang tanpa awak merupakan industri yang sedang berkembang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Luasnya spektrum penggunaan drone dari pengawasan, pertanian, logistik, higga pertahanan dan keamanan memunculkan beragam industri di tanah air dengan jenis bidang usaha yang bervariasi seperti produksi dan perakitan, penyewaan unit, jasa pelayanan, hingga perbaikan drone. Namun ekosistem drone dalam negeri masih bergantung pada komponen impor, di mana lebih dari 70% komponen drone yang beredar di dalam negeri masih bersifat impor dan hal tersebut membutuhkan perhatian dan solusi dari seluruh pihak.
Selain itu, sebagaimana produk aviasi lainnya seperti pesawat terbang, komponen, dan perawatannya, yang diregulasi dengan sangat ketat oleh otoritas di setiap negara, drone tentunya juga akan mendapatkan perlakuan yang sama. Kementrian Perhubungan, sebagai otoritas tertinggi di Indonesia dalam penyelenggaraan penerbangan, secara rutin menyiapkan dan memutakhirkan berbagai regulasi dan/atau sertifikasi yang terkait serta mengupayakan agar informasi mengenai hal tersebut tersampaikan kepada pelaku industri.
Pada sesi pertama kegiatan FGD Pemetaan Ekosistem Industri Drone dalam Negeri serta Perkembangan Regulasi dan Sertifikasi terkait Drone dan Komponennya pada tanggal 2 Desember 2022 di Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Dirjen ILMATE Kementrian Perindustrian RI, Andreas Pallo Dwiputra selaku Airworthiness Inspector DKPPU, menjelaskan tentang regulasi terkini drone atau Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) di Indonesia. Secara umum, Andreas menyampaikan bahwa selain aturan operasi, tidak ada sertifikasi khusus yang diperlukan untuk produk dan komponen PUTA dengan berat total di bawah 25 kg. Hal ini tentu saja membuka peluang besar bagi industri dalam negeri untuk tidak hanya memproduksi produk PUTA, namun juga komponen-komponen pendukung untuk PUTA di bawah 25 kg.
Untuk PUTA dengan berat di atas 25 kg, diperlukan sertifikasi khusus layaknya pesawat udara, yaitu Type Certificate yang mengacu pada CASR 21. Untuk mengajukan Type Certificate, organisasi perancang PUTA terlebih dahulu harus memiliki sertifikasi Design Organization Approval (DOA) yang diakui oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara RI. Saat ini baru terdapat satu perusahaan swasta di Indonesia yang sedang menjalani tahap akhir pengajuan DOA untuk produk drone kargo.
Pada sesi kedua, Indra P. Sopian selaku Wakil Ketua bidang Eksternal ASTTA, memaparkan pohon industri drone secara umum dan beberapa komponen yang memiliki peluang untuk diproduksi di dalam negeri. Selain itu, Indra juga menyampaikan beberapa masukan untuk regulasi dan kebijakan pemerintah terkait operasi dan bisnis drone. Salah satunya adalah kebijakan regulasi khusus bagi drone spraying agar tidak disamakan dengan PUTA di atas 25 kg, sehingga dapat memperoleh izin operasi yang lebih mudah, mengingat operasinya yang cukup aman dan permintaan yang sangat besar saat ini.
Referensi
- Kebijakan dan Regulasi Terkait Kelaikudaraan dan Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak & Komponennya di Indonesia
Andreas Pallo Dwiputra, Airworthiness Inspector DKPPU - Peluang Industri Komponen Drone dalam Negeri
Indra P. Sopian, Wakil Ketua bidang Eksternal ASTTA
Dokumentasi