Pendahuluan
Asosiasi Sistem & Teknologi Tanpa Awak (ASTTA) merupakan asosiasi yang mewadahi praktisi dan pelaku industri yang bergerak di bidang pengembangan, penelitian, produksi, penggunaan, serta penyediaan jasa sistem dan teknologi tanpa awak yang bekerja di udara, darat, permukaan air, serta bawah air. Profil anggota ASTTA mencakup:
- perusahaan produsen, distributor/reseller, penyedia jasa, serta pengguna sistem pesawat udara tanpa awak;
- badan penelitian & universitas yang memiliki kegiatan penelitian yang berhubungan dengan sistem pesawat udara tanpa awak;
- komunitas & masyarakat umum yang memiliki kegiatan yang berhubungan dengan sistem pesawat udara tanpa awak.
Data & Fakta
- Berdasarkan data yang kami himpun, saat ini terdapat setidaknya 104 perusahaan (sebagian besarnya UMKM) yang bergerak sebagai pelaku industri sistem & teknologi tanpa awak, dengan komposisi 52% sebagai penyedia jasa, 27% sebagai produsen, serta 15% sebagai distributor/reseller.
- Sejak 2015 hingga outlook ini dibuat, berdasarkan data tender yang tersedia di opentender.net, terdapat Rp 1,533,516,043,999 total anggaran pengadaan barang dan jasa yang berhubungan dengan drone, dengan tahun 2016 sebagai tahun dengan total anggaran tertinggi yaitu Rp 802,403,755,407.
- Anggaran pengadaan barang dan jasa didominasi oleh 3 kementerian/ lembaga, masing-masing dilengkapi dengan 3 pengadaan dengan nilai terbesar, yaitu:
- Kepolisian Republik Indonesia (total Rp 866,502,679,191)
- PENGADAAN NANO TACTICAL DRONE APBN TA. 2018 (Rp 103,606,800,000)
- PESAWAT TANPA AWAK PENGINDERAAN (Rp 98,990,250,000)
- PENGADAAN DRONE PEMANTAU SAMAPTA PROGRAM APBN T.A. 2022 (Rp 89,621,250,000)
- Badan Keamanan Laut (total Rp 571,747,082,307)
- Pengadaan 2 Sistem Unmanned Air System/Drone yang Terintegrasi dengan BIIS (Rp 571,747,082,307)
- Kementerian Perhubungan (total Rp 16,985,924,909)
- Navigation Aids Inspection Drones For Safety Audit, Monitoring and Evaluation (Rp 8,030,000,000)
- Pengadaan Sistem Digitalisasi Pemetaan dan Pengendalian Pesawat Udara Tanpa Awak (Rp 5,763,312,500)
- Pengadaan Drone dan LIDAR untuk Survei Obstacle Sebagai Bahan Validasi Instrument Flight Procedure (IFP) (Tender Tidak Mengikat) (Rp 2,038,756,409)
- Kepolisian Republik Indonesia (total Rp 866,502,679,191)
- Populasi drone komersial (nilai drone < Rp 20 juta, peruntukan utama untuk hobi) meningkat sebesar 30% selama 1 tahun terakhir, dengan populasi drone per Agustus 2021 adalah sebanyak 60,000 drone dengan nilai pasar Rp 30 milyar menjadi sebanyak 90,000 drone dengan nilai pasar Rp 50 milyar.
- Populasi drone industrial (nilai drone >= Rp 20 juta, peruntukan utama untuk pekerjaan) saat ini berada di angka ~ 5,000 hingga 10,000 unit dengan nilai pasar Rp 100 miliar hingga Rp 170 milyar. Lebih dari 95% drone yang beredar merupakan produk asing.
- Jumlah pilot komersial saat ini meningkat sebesar 30% selama 1 tahun terakhir, dengan jumlah pilot per Agustus 2021 adalah sebanyak 35,000 orang menjadi sebanyak 50,000 orang. Dari 50,000 pilot tersebut, hanya sekitar ~ 2,500 (5%) yang sudah memiliki lisensi dari Kementerian Perhubungan, selebihnya masih dalam proses atau baru akan mengikuti kegiatan sertifikasi yang saat ini diselenggarakan oleh 4 pihak yang telah diberikan wewenang oleh Kementerian Perhubungan yaitu:
- PT Drone Edutek Indonesia sebagai Drone Training Center
- PT Terra Drone Indonesia sebagai Drone Service Provider
- Asosiasi Pilot Drone Indonesia sebagai asosiasi profesi
- BP3 Curug sebagai sekolah penerbangan yang dikelola pemerintah
Kinerja Industri Tahun 2022 & Prospek Industri Tahun 2023
- Sebelumnya, ASTTA telah menyelenggarakan market report survei tahun 2016-2020 pada tahun 2021, dengan 27 partisipan yang berasal dari berbagai latar belakang (penyedia jasa, produsen, industri pendukung, dan lain-lain) dengan beberapa catatan sebagai berikut:
- Setidaknya terdapat investasi sebesar total Rp 50 miliar yang disuntikkan kepada perusahaan-perusahaan drone tersebut selama periode 2016-2020.
- Setidaknya terdapat pendapatan berhubungan dengan drone sebesar total Rp 160 miliar yang diterima oleh perusahaan-perusahaan drone tersebut selama periode 2016-2020, yang mana Rp 80 miliar nya berasal dari pendapatan tahun 2020 saja.
- Lebih dari 50% perusahaan baru berdiri setelah tahun 2018, sehingga masih berumur sangat muda saat survei dilakukan (3-4 tahun).
- 3 sektor utama yang banyak digarap oleh perusahaan-perusahaan drone tersebut adalah:
- Survei, perencanaan kota, pertanahan, dan Sistem Informasi Geospasial
- Agrikultur, perkebunan, dan kehutanan
- Penelitian & pendidikan
- Secara umum, terdapat 5 kesimpulan yang dapat diambil dari market report tersebut antara lain:
- Sebagian besar perusahaan drone berada di wilayah Jabodetabek, namun melakukan proyek/pekerjaan di seluruh bagian Indonesia.
- Sebagian besar produsen drone berada di Jogjakarta, dan tidak ada produsen drone yang berada di luar pulau Jawa.
- Survei pemetaan menjadi produk paling umum yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan drone, dengan DJI sebagai merek drone paling banyak digunakan.
- Sebagian besar perusahaan bekerja hanya di sektor sipil, namun beberapa produsen drone juga melayani pelanggan non-sipil.
- Sebagian besar perusahaan masih tergolong sebagai UMKM, dan umumnya dimulai dari bootstrapping.
- Pada akhir tahun 2022, ASTTA kembali menyelenggarakan market report survei tahun 2021-2023, dengan 13 partisipan yang berasal dari penyedia jasa dan produsen dengan beberapa catatan sebagai berikut:
- Setidaknya terdapat pendapatan berhubungan dengan drone pada tahun 2021 sebesar total Rp 40 miliar yang diterima oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Partisipan survei tersebut mewakili setidaknya ~ 20% pangsa pasar, sehingga estimasi pendapatan berhubungan dengan drone secara menyeluruh adalah sekitar Rp 200 miliar, di luar pengadaan barang pemerintah dengan nilai besar.
- Pada tahun 2022, hingga Oktober 2022, total pendapatan berhubungan dengan drone yang diterima oleh perusahaan-perusahaan tersebut adalah sebesar Rp 50 miliar. Dengan pendekatan sama, dapat diketahui estimasi pendapatan berhubungan dengan drone secara menyeluruh adalah sekitar Rp 250 miliar, di luar pengadaan barang pemerintah dengan nilai besar.
- Rata-rata, perusahaan menargetkan pendapatan 2023 dengan minimal kenaikan sebesar 30% dari pendapatan yang diterima pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu, diprediksi terdapat nilai pasar sebesar setidaknya Rp 320 miliar di tahun 2023.
Peluang & Tantangan
- Terdapat peluang yang sangat besar di berbagai sektor antara lain:
- Minyak dan gas dalam hal pengawasan jalur pipa, pengawasan wilayah, pendaftaran aset, inspeksi, dan lain-lain. Saat ini perusahaan migas besar seperti Conocophillips, Exxonmobil, Medco, BP, serta Pertamina sudah mulai memiliki program rutin menggunakan drone untuk keperluan tersebut.
- Pertambangan dalam hal survei eksplorasi, survei topografi, pengawasan tambang, progress kemajuan tambang, dan lain-lain. Drone mulai sangat populer untuk digunakan pada tahap eksplorasi, khususnya di wilayah-wilayah dengan topografi yang sulit untuk mempercepat proses survei. Drone juga telah menjadi peralatan standar bagi surveyor di pertambangan. Kementerian ESDM sudah mulai memperkenalkan aturan yang mewajibkan perusahaan tambang melaporkan kemajuan tambang berdasarkan output dari drone. Peluang besar bagi perusahaan drone karena saat ini terdapat ~ 4,000 konsesi tambang dengan luas total sebesar 10 juta hektar.
- Konstruksi & infrastruktur dalam hal survei pre-konstruksi, progress kemajuan konstruksi, dan lain-lain. Kementerian PU sudah mewajibkan pembangunan infrastruktur jalan dan jalan tol agar kontraktor menggunakan drone dalam aktivitas studi kelaikan dan pembebasan lahan, serta dokumentasi progress kemajuan konstruksi. Peluang besar bagi perusahaan drone karena saat ini terdapat banyak proyek infrastruktur berupa jalan dan jalan tol yang masuk ke proyek strategis nasional (total ~ 1,500 km selesai per tahun 2024).
- Perkebunan kelapa sawit dalam hal sensus pokok, monitoring kesehatan tanaman, dan lain-lain. Peluang besar bagi perusahaan drone karena saat ini terdapat > 1,000 perusahaan kelapa sawit dengan total luas konsesi sebesar setidaknya 15 juta hektar di seluruh Indonesia, utamanya di pulau Sumatera dan Kalimantan.
- Hutan industri dalam hal sensus pokok, monitoring kesehatan tanaman, penyemprotan, dan lain-lain. Saat ini semakin banyak perusahaan besar kehutanan yang memanfaatkan teknologi drone spraying untuk kegiatan penyemprotan di kebun mereka, karena telah terbukti solusi drone tersebut lebih efisien secara biaya dan waktu, serta lebih baik secara kualitas, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan kebun secara menyeluruh. Luas konsesi total sebesar 11 juta hektar hutan industri dan 27 juta hektar hutan konversi bisa menjadi peluang yang baik. Kementerian KLHK juga sudah mulai mewajibkan perusahaan kehutanan untuk menggunakan teknologi pencegah dan tanggap darurat terhadap kebakaran hutan seperti fire tower, CCTV, dan drone.
- PLN dalam hal inspeksi jalur transmisi. Kantor pusat PLN telah menerbitkan aturan mengenai penggunaan drone untuk inspeksi jalur transmisi, serta road map penyelesaian program tersebut. Ditargetkan tahun 2024, 100% jalur transmisi yang dianggap kritikal telah dapat selesai disurvei menggunakan drone.
- Tata ruang dan pertanahan dalam hal penyelesaian program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang mana drone mulai dipersyaratkan untuk digunakan agar dapat mempercepat kegiatan pengambiland ata lapangan.
- Terdapat beberapa tantangan yang saat ini dihadapi oleh pelaku industri:
- Penguasaan teknologi yang masih terbatas, yang disebabkan oleh faktor-faktor termasuk pendanaan dan rantai pasok. Hal ini menyebabkan kurangnya daya saing produk dalam negeri.
- Pendanaan (investasi) yang masih sangat terbatas, sehingga menyebabkan perusahaan kesulitan untuk melakukan kegiatan pelatihan & pengembangan.
- Market guarantee khususnya dari kementerian & lembaga serta BUMN terkait produk dalam negeri yang dikembangkan oleh produsen lokal.
- Pertumbuhan pasar domestik yang masih terbatas (15-20% per tahun).
- Masalah pada rantai pasok karena tidak ada industri komponen dasar, sehingga masih sangat tergantung dengan pemasok komponen dari luar negeri.
- Terbatasnya sumber daya manusia yang menguasai bidang sistem dan teknologi tanpa awak.
Isu Strategis Industri
- Minimnya penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) pada pengadaan jasa dan barang di Kementerian, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta BUMN sehingga tidak memberikan jaminan pasar (market guarantee) bagi produsen lokal.
- Kemudahan pengadaan jasa dan barang menggunakan produk asing, terlihat dari besarnya anggaran pengadaan barang yang akhirnya dinikmati oleh pemasok produk asing.
- Kemudahan impor produk asing dalam hal kepabeanan sehingga tidak ada proteksi terhadap produk dalam negeri. Produk dalam negeri harus berkompetisi dengan produk asing yang harganya semakin murah karena adanya keringanan berupa bea masuk yang sangat minim.
- Perhitungan TKDN masih terlalu rumit untuk produk drone.
- Tidak adanya industri komponen dasar yang menyebabkan perusahaan drone sangat tergantung dengan pemasok komponen dasar dari luar negeri.
- Dalam hal drone pertanian untuk pemetaan dan penyemprotan, saat ini tIdak ada dukungan pemerintah kepada petani untuk dapat memiliki fasilitas pendanaan dalam hal pengadaan teknologi pertanian khususnya drone.
- Seharusnya tahun-tahun ini dapat menjadi momentum yang baik khususnya terkait kebijakan dan fokus pemerintah pada ketahanan pangan, yang menjadi pemicu terjadinya revolusi pertanian, sehingga teknologi pertanian canggih seperti drone dapat dimanfaatkan.
Usulan Kebijakan
- Agar TKDN tidak hanya dipersyaratkan pada pengadaan di pemerintah dan BUMN namun juga di swasta.
- Kebijakan proteksi produk dalam negeri terhadap produk asing dengan mengurangi kemudahan impor bagi produk asing.
- Mewadahi kolaborasi dan pertumbuhan ekosistem industri melalui kegiatan-kegiatan seperti link and match dengan pengguna (seperti BUMN, Pemprov, Pemda, dan lainnya), serta investor, FGD, dan lain-lain.
- Secara aktif memperkenalkan produk drone dalam negeri beserta studi kasusnya kepada kementerian dan lembaga lain, agar tumbuh kesadaran dan pengetahuan terhadap produk drone dalam negeri yang saat ini tersedia.
- Mengadakan skema sertifikasi produk sebagai nilai tambah selain sertifikasi TKDN.
- Mendukung pertumbuhan industri komponen dasar.
- Perlunya kerjasama lintas sektor pemerintah dalam rangka mengakselerasi industri drone lokal, terutama tentang penyelarasan peraturan, kebijakan, dan program kerja sebagai bentuk dukungan pemerintah.
Jakarta, 21 November 2022
Dian Rusdiana Hakim
Ketua Umum