Pendahuluan

Asosiasi Sistem & Teknologi Tanpa Awak (ASTTA) merupakan asosiasi yang mewadahi praktisi & pelaku industri yang bergerak di bidang pengembangan, penelitian, produksi, penggunaan, serta penyediaan jasa sistem & teknologi tanpa awak yang bekerja di udara, darat, permukaan air, serta bawah air. Profil anggota ASTTA mencakup:

Setelah mempelajari paparan publik tentang Rancangan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Standar Teknis Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi pada Pesawat Tanpa Awak sesuai dengan pengumuman yang disampaikan secara online pada portal Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kami merasa perlu untuk menyampaikan tanggapan karena rancangan keputusan tersebut berdampak secara langsung dan tidak langsung kepada kegiatan yang dilakukan oleh anggota kami, dengan tanggapan sebagai berikut.

Data & Fakta

  1. Berdasarkan data yang kami himpun, saat ini terdapat setidaknya 75 perusahaan (sebagian besarnya UMKM) yang bergerak sebagai pelaku industri sistem & teknologi tanpa awak, dengan komposisi 50% sebagai penyedia jasa, 33% sebagai produsen, serta 27% sebagai distributor/ reseller. Penghimpunan data tersebut dilakukan melalui studi di internet, sehingga kami merasa pendataan tersebut hanya merepresentasikan 20-30% dari total keseluruhan pelaku industri yang ada, yang berarti pengaturan perangkat komunikasi tersebut akan memberikan dampak bagi setidaknya 200-300 perusahaan UMKM di Indonesia.
  2. Berdasarkan data yang kami miliki, saat ini terdapat setidaknya 60 ribu sistem pesawat udara tanpa awak yang beredar & telah diperjualbelikan di Indonesia, baik yang digunakan untuk keperluan hobi/ rekreasi, komersial, maupun industrial.
  3. Berdasarkan informasi yang kami ketahui, saat ini terdapat setidaknya 35 ribu pilot yang mengoperasikan sistem pesawat udara tanpa awak baik untuk keperluan hobi/ rekreasi, komersial, maupun industrial. Baru sekitar 3 ribu orang (~10%) yang sudah mengambil pelatihan & sertifikasi pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak di Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) maupun Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI), serta baru sekitar 600 pilot (< 2%) yang sudah mendaftarkan dirinya ke Drone and RPC Registration Online (SIDOPI) yang dikelola oleh Direktorat Kelaikudaraan & Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJHU), Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
  4. Perlu diketahui bahwa, penggunaan sistem pesawat udara tanpa awak secara intensif hanya terjadi pada beberapa sektor & kegiatan sebagai berikut:
    1. Perkebunan kelapa sawit, hutan alam & industri, serta agrikultur umum: sistem pesawat udara tanpa awak sudah digunakan secara rutin untuk melakukan pemetaan lahan, sensus pokok, pemantauan kebakaran, penyemprotan, dan lain-lain. Sistem pesawat udara tanpa awak yang umum digunakan adalah:
      1. Sistem pesawat udara tanpa awak multirotor dengan daya jangkau & jelajah rendah, berjumlah sangat banyak. Umumnya menggunakan frekuensi 2.4 GHz & 5.8 Ghz.
      2. Sistem pesawat udara tanpa awak fixed-wing rakitan dengan daya jangkau & jelajah tinggi, berjumlah banyak. Umumnya menggunakan frekuensi 433 MHz, 900 MHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.
      3. Sistem pesawat udara tanpa awak fixed-wing bermerek dengan daya jangkau & jelajah tinggi, berjumlah sedikit. Umumnya menggunakan frekuensi 433 MHz, 900 MHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.
      4. Sistem pesawat udara tanpa awak multirotor untuk spraying dengan daya jangkau & jelajah sangat rendah, berjumlah sedikit. Umumnya menggunakan frekuensi 2.4 GHz dan 5.8 GHz.

        Umumnya dioperasikan di lokasi perkebunan & hutan yang jauh dari pemukiman (non-populated), kecuali perkebunan rakyat & sawah yang biasanya terletak di pemukiman non-perkotaan (rural).

    2. Pertambangan & migas: sistem pesawat udara tanpa awak juga sudah digunakan secara rutin untuk melakukan survei topografi, eksplorasi mineral, perencanaan tambang, patroli keamanan, monitoring alat berat, inspeksi fasilitas, monitoring progress tambang, dan lain-lain. Sistem pesawat udara tanpa awak yang umum digunakan adalah:
      1. Sistem pesawat udara tanpa awak multirotor dengan daya jangkau & jelajah rendah, berjumlah sangat banyak. Umumnya menggunakan frekuensi 2.4 GHz & 5.8 Ghz.
      2. Sistem pesawat udara tanpa awak fixed-wing rakitan dengan daya jangkau & jelajah tinggi, berjumlah sedikit. Umumnya menggunakan frekuensi 433 MHz, 900 MHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.
      3. Sistem pesawat udara tanpa awak fixed-wing bermerek dengan daya jangkau & jelajah tinggi, berjumlah sedikit. Umumnya menggunakan frekuensi 433 MHz, 900 MHz, 1.2 GHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.

        Umumnya dioperasikan di lokasi pertambangan & migas yang jauh dari pemukiman (non-populated).

    3. Konstruksi & infrastruktur: sistem pesawat udara tanpa awak sudah digunakan secara rutin untuk melakukan survei topografi, perencanaan konstruksi, inspeksi tower & jalur transmisi listrik, monitoring progress konstruksi, dan lain-lain. Sistem pesawat udara tanpa awak yang umum digunakan adalah:
      1. Sistem pesawat udara tanpa awak multirotor dengan daya jangkau & jelajah rendah, berjumlah sangat banyak. Umumnya menggunakan frekuensi 2.4 GHz & 5.8 Ghz.
      2. Sistem pesawat udara tanpa awak fixed-wing rakitan dengan daya jangkau & jelajah tinggi, berjumlah sedikit. Umumnya menggunakan frekuensi 433 MHz, 900 MHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.
      3. Sistem pesawat udara tanpa awak fixed-wing bermerek dengan daya jangkau & jelajah tinggi, berjumlah sedikit. Umumnya menggunakan frekuensi 433 MHz, 900 MHz, 1.2 GHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.

        Umumnya dioperasikan di lokasi konstruksi & infrastruktur eksisting yang mungkin terletak di perkotaan padat penduduk maupun jauh dari pemukiman (non-populated).

    4. Dokumentasi & sinematografi: sistem pesawat udara tanpa awak sudah digunakan secara rutin untuk melakukan dokumentasi oleh jurnalis, pengambilan gambar iklan & film, dan lain-lain. Sistem pesawat udara tanpa awak yang umum digunakan adalah:
      1. Sistem pesawat udara tanpa awak multirotor dengan daya jangkau & jelajah rendah, berjumlah sangat banyak. Umumnya menggunakan frekuensi 2.4 GHz & 5.8 Ghz.

        Umumnya dioperasikan di berbagai lokasi yang mungkin terletak di perkotaan padat penduduk (populated) maupun jauh dari pemukiman (non-populated).

    5. Aeromodeling & sport, pendidikan, penelitian, kompetisi, serta umum: sistem pesawat udara tanpa awak yang umum digunakan sangat beragam, berjumlah banyak, serta umumnya menggunakan berbagai frekuensi termasuk diantaranya 433 MHz, 900 MHz, 1.2 GHz, 2.4 GHz, dan 5.8 GHz.

      Umumnya dioperasikan di suatu lokasi yang dikelola oleh klub/ komunitas, atau sudah diketahui oleh otoritas setempat, baik yang terletak di perkotaan padat penduduk (populated) maupun jauh dari pemukiman (non-populated).

  5. Dari seluruh jenis & tipe sistem pesawat udara tanpa awak yang beredar, hanya segelintir merek sistem pesawat udara tanpa awak yang sudah menggunakan perangkat komunikasi/ pemancar frekuensi yang sudah berlisensi atau sudah mengikuti ketentuan teknis yang berlaku, khususnya merek-merek besar dari luar negeri yang memiliki pemodalan yang kuat. Sedangkan, produsen lokal yang merakit/ memproduksi sistem pesawat udara tanpa awak di dalam negeri umumnya menggunakan perangkat komunikasi/ pemancar frekuensi yang ada di pasaran.
  6. Frekuensi 433 MHz, 900 MHz, dan 1.2 GHz digunakan pada beberapa sistem pesawat udara tanpa awak karena sistem tersebut dituntut untuk dapat beroperasi jarak jauh dari lokasi operasi, sehingga dapat meningkatkan jangkauan operasi. Misalkan dalam hal pemetaan udara, pengoperasian jarak jauh memungkinkan sistem pesawat udara tanpa awak untuk memetakan area yang sangat luas (~1,000 hektar) dalam sekali terbang, sehingga pengoperasiannya lebih efektif. Atau pada kasus lain, dalam hal pengawasan/ patroli melalui udara, pengoperasian jarak jauh memungkinkan sistem pesawat udara tanpa awak mengirimkan gambar yang direkam secara langsung (live-stream). Hal tersebut merupakan tuntutan pasar yang harus diakomodir oleh praktisi & pelaku industri.
  7. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan di wilayah non-perkotaan & berpopulasi rendah (rural & non-populated area) seperti di wilayah perkebunan, pertambangan, migas, hutan, persawahan, dan wilayah lain yang memenuhi kriteria tersebut. 
  8. Penerapan standar teknis tersebut akan berdampak langsung khususnya bagi:
    1. Produsen lokal, peneliti (termasuk siswa & mahasiswa), serta publik yang menggunakan perangkat komunikasi yang tidak berlisensi/ tidak terstandarisasi sebagai bagian dari sistem pesawat udara tanpa awak yang dikembangkan/ diproduksi atas alasan ketersediaan & nilai ekonomis perangkat tersebut.
    2. Distributor, penyedia jasa, dan pengguna yang menjual/ mengoperasikan sistem pesawat udara tanpa awak buatan asing maupun produsen lokal untuk keperluan komersial/ industri yang perangkat komunikasinya tidak berlisensi/ tidak terstandarisasi.
  9. Sedangkan, penerapan standar teknis tersebut akan menguntungkan hanya bagi:
    1. Produsen lokal & asing skala besar yang memiliki struktur pemodalan kuat serta kegiatan penelitian & pengembangan yang besar, sehingga mampu menggunakan/ memproduksi sendiri perangkat komunikasi yang berlisensi/ terstandarisasi sebagai bagian dari sistem pesawat udara tanpa awak yang diproduksi.
  10. Kami merasa standar teknis tersebut nantinya hanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dengan struktur pemodalan yang kuat, serta akan mematikan potensi industri lokal, khususnya yang berbasis UMKM. Standar tersebut juga berpotensi menghambat kegiatan pengembangan & penelitian yang dilakukan oleh perusahaan, badan penelitian, universitas, maupun komunitas & masyarakat umum, apabila diberlakukan dengan tidak mempertimbangkan kepentingan yang ada.

Saran

  1. Dikarenakan dampak pengaturan frekuensi tersebut yang cukup signifikan bagi perusahaan, badan penelitian & universitas, serta komunitas & masyarakat umum, serta terlalu pendeknya waktu konsultasi publik yang hanya diadakan selama 10 hari sejak 5 November 2021 hingga 14 November 2021, maka kami menyarankan agar diberikan perpanjangan waktu konsultasi publik setidaknya 2 bulan agar pihak-pihak yang berpotensi terdampak dengan aturan tersebut memiliki waktu lebih untuk dapat berkonsolidasi terlebih dahulu & menyampaikan tanggapan & saran yang lebih komprehensif.
  2. Adapun apabila aturan tersebut tetap disahkan, maka kami menyarankan agar dapat diberikan kelonggaran waktu selama setidaknya 6 bulan sejak keputusan menteri tersebut ditandatangani hingga pengaturan bersifat efektif. Waktu 6 bulan tersebut ditujukan untuk memberikan waktu bagi praktisi & pelaku industri untuk melakukan persiapan agar perangkat yang dimiliki dapat diuji & disertifikasi sesuai dengan yang dipersyaratkan.
  3. Selain kelonggaran waktu, kami menyarankan diberlakukannya waktu transisi selama kurang lebih 2 tahun, khususnya bagi pelaku industri & UMKM dalam negeri yang bergerak di bidang tersebut mengingat masih belum matangnya ekosistem industri baik dari sisi pengembangan, penelitian, pengujian, serta produksi komponen/ perangkat dasar.
  4. Kami juga menyarankan agar dapat disusun mekanisme pengecualian. Pengecualian tersebut berlaku bagi praktisi & pelaku industri dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, produksi, serta penyediaan jasa untuk tetap dapat menggunakan perangkat dengan frekuensi di luar yang diatur di dalam keputusan menteri tersebut khususnya untuk penggunaan sistem pesawat udara tanpa awak di wilayah non-perkotaan & berpopulasi rendah (rural & non-populated area) seperti di wilayah perkebunan, pertambangan, migas, hutan, persawahan, dan wilayah lain yang memenuhi kriteria tersebut.
  5. Terakhir, kami juga menyarankan agar dibuka ruang komunikasi antara perusahaan telekomunikasi dengan praktisi & pelaku industri sistem pesawat udara tanpa awak agar dapat tercipta sinergi & kolaborasi yang saling menguntungkan bagi seluruh pihak, dengan mengedepankan kebermanfaatan berdasarkan penguasaan teknologi yang dimilliki.

Demikian tanggapan ini kami sampaikan agar dapat menjadi masukan bagi tim penyusun & perancang di Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.

Jakarta, 14 November 2021

 

Ryan Fadhilah Hadi
Ketua Harian Asosiasi Sistem & Teknologi Tanpa Awak (ASTTA)

2 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *